Begitu banyaknya resep obat yang masuk ke suatu apotek, baik itu obat bebas, bebas terbatas, keras, Narkotika dan psikotropika, maka pihak apotek perlu melakukan pengelolaan pada resep obat yang diterima. Berikut adalah pengelolaannya.
A. PENGELOLAAN OBAT WAJIB APOTEK (OWA)
Apoteker dapat menyerahkan Obat
Keras tanpa resep dokter kepada pasien. Hal ini sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan No.347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek.
Adapun latar belakang dari keputusan Menteri Kesehatan tersebut adalah :
1)Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
2)Meningkatkan peran apoteker dalam KIE.
Oleh
karena itu perlu ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang obat
keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter di apotek. Hal ini
tercantum dalam Permenkes No. 919/Menkes/Per/1993 tentang kriteria obat
yang dapat diserahkan tanpa resep, yaitu :
1)Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak dibawah 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2)Tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
3)Penggunaan tidak memerlukan cara/alat khusus yang harus dilakukan oleh/bantuan tenaga kesehatan.
4)Untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
5)Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam keputusan ini, pelayanan OWA yang dilakukan oleh apoteker harus memenuhi cara dan ketentuan, diantaranya sebagai berikut :
1)Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien
2)Membuat catatan pasien dan obat yang diberikan
Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra
indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan pasien.
B. PENGELOLAAN NARKOTIKA dan PSIKOTROPIKA
Tujuan diadakannya pengelolaan
narkotika dan psikotropika adalah untuk mencegah penyalahgunaan obat
narkotika dan psikotropika. Sehingga obat-obat narkotika dan
psikotropika harus ditangani secara khusus.
1)Narkotika
Narkotika
berdasarkan UU Kesehatan No. 2 tahun 1997 pasal 1, adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
a)Pengeluaran Narkotika
Narkotika hanya diberikan
kepada pasien yang membawa resep dokter. Resep yang terdapat narkotika
diberi tanda garis bawah berwarna merah kemudian dipisahkan untuk
dicatat dalam buku register narkotika. Pencatatan meliputi tanggal,
nomor resep, tanggal pengeluaran, jumlah obat, nama pasien, alamat
pasien, dan nama dokter. Dilakukan pencatatan tersendiri untuk
masing-masing nama obat narkotika. Untuk setiap pengeluaran narkotika
dicatat dalam kartu stelling, kemudian dicatat pada buku narkotika yang
digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan laporan bulanan yang dikirim
ke Dinas Kesehatan Propinsi, Balai Besar POM Propinsi, Dinas
Kesejahteraan Sosial Propinsi dan sebagai arsip yang dilaporkan setiap
tanggal 10 tiap bulan. Untuk setiap penggunaan obat tersebut dicatat
jumlah pengeluaran dan sisa yang ada, jika ada perbedaan dilakukan
pengontrolan lebih lanjut. Hal ini untuk menghindari terjadinya
penyalahgunaan obat.
b)Pemusnahan Narkotika
Sesuai dengan pasal 60
dan 61 UU No. 22 tahun 1997 pemusnahan narkotika harus dilakukan dengan
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
(1)Dikarenakan obat kadaluwarsa
(2)Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan untuk pelayanan kesehatan
(3)Dilakukan dengan menggunakan berita acara yang memuat:
(a)Nama, jenis, sifat dan jumlah
(b)Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun.
(c)Tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk oleh MenKes).
(4)Ketentuan lebih lanjut syarat dan tata cara pemusnahan diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
c)Pelaporan
Laporan
penggunaan narkotika setiap bulannya dikirim ke Dinas Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial kabupaten/kota dan dibuat tembusan ke Dinas
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial propinsi, Balai Besar POM dan
untuk arsip apotek. Pelaporan selambat-lambatnya tanggal 10 tiap
bulannya. Laporan bulanan narkotika berisi nomor urut, nama sediaan,
satuan, jumlah pada awal bulan, pemasukan, pengeluaran, dan persediaan
akhir bulan serta keterangan. Khusus untuk penggunaan morphin, pethidin,
dan derivatnya dilaporkan dalam lembar tersendiri disertai dengan nama
dan alamat pasien serta nama dan alamat dokter.
2)Psikotropika
UU
No.5 tahun 1997 tentang psikotropika menyatakan bahwa psikotropika
adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesa yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Berdasarkan UU No.5 Tahun 1997, pasal 3 tentang Psikotropika, tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah:
a)Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b)Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropik.
c)Memberantas peredaran gelap psikotropik
(1)Pengadaan
Menurut
UU No.5 tahun 1997 pemesanan psikotropika menggunakan surat pesanan
yang telah ditandatangani oleh apoteker kepada PBF atau pabrik obat.
Penyerahan psikotropika oleh apoteker hanya dapat dilakukan untuk apotek
lain, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dokter dan pelayanan
resep dokter
(2)Penyimpanan
Penyimpanan obat golongan psikotropika
belum diatur oleh peraturan perundang-undangan. Obat-obat psikotropik
cenderung disalahgunakan, maka disarankan penyimpanan obat-obat golongan
psikotropika diletakan tersendiri dalam rak atau lemari khusus.
(3)Pengeluaran
Penggunan
psikotropika perlu dilakukan monitoring dengan mencatat resep-resep
yang berisi psikotropika dalam buku register psikotropika yang berisi
nomor, nama sediaan, satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan, nama
PBF, nomor faktur PBF, jumlah pengeluaran, persediaan akhir, nama pasien
dan nama dokter.
Penyerahan psikotropika menurut pasal 14 UU No. 5 tahun 1997:
a)Penyerahan
psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
b)Penyerahan
psikotropik oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada
pengguna/pasien.
c)Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai
pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan kepada pengguna/pasien.
d)Penyerahan psikotropika oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
e)Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal:
(1)Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan.
(2)Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
(3)Menjalankan tugas di daerah terpencil.
f)Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat diperoleh dari apotek.
(4)Pemusnahan
Pemusnahan psikotropika dilakukan karena:
(a)Kadaluarsa
(b)Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan.
(c)Dilakukan
dengan pembuatan berita acara yang memuat: nama, jenis, sifat dan
jumlah, keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun, tanda
tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan (ditunjuk
MenKes).
(5)Laporan
Laporan penggunaan psikotropika dikirim
kepada Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Balai Besar POM , dan untuk arsip apotek. Pelaporan selambat-lambatnya tanggal 10
tiap bulannya. Laporan bulanan psikotropika berisi nomor urut, nama
sediaan jadi (paten), satuan, jumlah awal bulan, pemasukan, pengeluaran,
persediaan akhir bulan serta keterangan.
C. PENGELOLAAN OBAT ED
Obat-obat yang rusak dan kadaluarsa merupakan
kerugian bagi apotek, oleh karenanya diperlukan pengelolaan agar
jumlahnya tidak terlalu besar. Obat-obat yang rusak akan dimusnahkan
karena tidak dapat digunakan dan tidak dapat dikembalikan lagi ke PBF.
Obat
kadaluarsa yang dibeli oleh apotek dapat dikembalikan ke PBF sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Batas
waktu pengembalian obat yang kadaluarsa yang ditetapkan oleh PBF 3-4
bulan sebelum tanggal kadaluarsa, tetapi ada pula yang bertepatan dengan
waktu kadaluarsanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 12 ayat (2),
menyebutkan bahwa obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena
sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus
dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pada pasal 13 menyebutkan bahwa
pemusnahan yang dimaksud dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau
Apoteker Pengganti, dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan
apotek yang bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditunjuk Kepala
Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Pada pemusnahan dengan
bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap lima yang ditandatangani oleh
Apoteker Pengelola atau Apoteker Pengganti dan petugas Balai
Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Pemusnahan obat-obat narkotika
dan psikotropika yang sudah kadaluarsa dilaksanakan oleh apoteker dengan
disaksikan oleh petugas Dinas Kesehatan dan sekurang-kurangnya seorang
karyawan apotek. Sedangkan untuk obat non narkotika-psikotropika
dilaksanakan oleh apoteker dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang
karyawan apotek.
makasih sob..
BalasHapus** BANJIR BANJIR BANJIR UANG DI MEJA **
BalasHapusVIPbandarQ - YOUR No #1 BandarQ Online Indonesia
----------------------------------------------
Menyediakan 7 Jenis Permainan TerFAVORIT
BANDAR Q | ADU Q | DOMINO QQ | POKER | CAPSA SUSUN | Bandar Poker | Sakong (New Game) ----------------------------------------------
Di Dukung 5 Bank Ternama di INDONESIA
BCA - MANDIRI - BRI - BNI - DANAMON
----------------------------------------------
Bonus Terbesar di VIPbandarQ
1. Bonus Refferal TANPA SYARAT
2. Bonus Rolligan TIAP MINGGU
----------------------------------------------
Selalu Ada Kejutan Untuk Member VIPBANDARQ
----------------------------------------------
Gabung Sekarang Juga dan Raih Kemenangan Puluhan Juta Setiap Hari
CS ONLINE 24/7
BBM : 55AB0E6C
INSTAGRAM : VIPBANDARQORG
SKYPE : VIPBANDARQ
FACEBOOK : VIPBANDARQ
www. VIPBANDARQ. org