Tugas Farmakoterapi Diabetes Melitus


BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) yang dikenal juga dengan kencing manis atau kencing gula menjadi penyakit yang divonis “tidak bisa sembuh”. Dalam daftar ranking pembunuh manusia, DM menduduki perangkat keempat. Pada Kongres Federasi Diabetes Internasional di Paris tahun 2003 terungkap bahwa sekitar 194 juta orang di dunia mengidap penyakit ini. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderitanya akan melonjak sampai 333 juta orang. Di Indonesia predikat diabetisi mengenal lebih dari 2,5 juta orang dan diperkirakan terus bertambah.
Terjadinya DM karena kelenjar pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuh akan hormon insulin. Inilah babak awal kerusakan seluruh organ tubuh.
Hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas, berfungsi membantu tubuh mendapatkan energi dari makanan. Sebagian makanan yang dimakan akan diubah menjadi glukosa. Glukosa beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Tubuh menyimpan glukosa di dalam sel-sel (sel otot, jantung, lr\emak, hati, dll) untuk kemudian digunakan sebagai sumber energi. Hormon insulin dari pankreas ini berfungsi sebagai anak kunci untuk membuka “pintu” untuk masuk ke dalam sel.
Secara Umum, asupan gula dalam darah disimpan dalam hati. Di sini diolah menjadi glikogen. Jika tubuh memerlukan, hati akan mengeluarkan dan mengolah kembali menjadi glukosa. Bagi orang normal, sebanyak apa pun konsumsi gula tidak mengganggu organ tubuh. Namun, tidak demikian bagi diabetisi. Jika buang air kecil, airnya agak kental dan terasa manis. Ini dikarenakan banyaknya gula yang berada dalam darah. Gula tersebut dibersihkan dan dikumpulkan dalam kandung kemih oleh ginjal.
Seringnya terjadi penyebaran gula di dalam pembuluh darah, lambat laun tetapi pasti akan terjadi penyempitan pembuluh darah  secara global. Selanjutnya, berujung pada kerusakan organ-organ tubuh bagian dalam (komplikasi).
Walaupun diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non obat dan terapi obat.










BAB II
PEMBAHASAN
A.  DEFENISI
Diabetes mellitus (DM) berasal dari kata Yunani diabaĆ­nein, yang berarti “tembus” atau “pancuran air”, dan dari kata Latin mellitus yang berarti “rasa manis”.Di Indonesia (dan negara berbahasa Melayu) lebih dikenal sebagai kencing manis.
Diabetes Melitus  (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Dan sel beta Langerhans merupakan sejenis sel di kelenjar pankreas yang mensekresi hormon insulin. Tubuh akan memberikan signal kepada sel-sel beta untuk membuat dan mensekresi insulin jika kadar glukosa darah meningkat melampui normal.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau didefensikan produksi oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.

B. JENIS – JENIS DIABETES
WHO telah mendefenisikan 3 jenis diabetes:
1. Diabetes Tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita harus mendapat suntikan insulin setiap harinya. Tanpa pengaturan harian, kondisi darurat dapat terjadi. Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel-sel beta pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah karena itu kadar glukosa darah meningkat di atas 10 mmol/k, yakni nilai ambang-ginjal, sehingga glukosa berlebihan dikeluarkan lewat urinn bersama banyak air (glycosuria).
Penyebabnya :
Belum begitu jelas, tetapi terdapata indikasi kuat bahwa jenis ini disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi auto-imun berlebihan untuk menanggulangi virus. Akibatnya sel – sel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus , melainkan juga turut merusak atau memusnahkan sel-sel Langerhans. Dalam waktu 1 tahun sesudah diagnosa, 80-90 % penderita tipe I memperlihatkan antibodies sel beta di dalam darahnya. Pada tipe ini faktor keturunan memegang peranan penting. Virus yang dicurgai adalah virus Coxsackie-B, Epstein-Barr, morbilli (measles) dan virus parotitis ("bof").
Pengobatan :
Pengobatan satu-satunya terhadap tipe-1 adalah pemberian insulin seumur hidup. Berhubung IDDM merupakan penyakit auto-imun, maka imunosupresiva, seperti azatioprin dan siklosporin, berdaya menghambat jalannya penyakit, tetapi hanya untuk sementara. Pasien IDDM di bawah usia 40 tahun lazimnya memerlukan insulin (0,6-0,9 UI/kg/hari) dan tidak dianjurkan minum antidiabetika oral.
2. Diabetes Tipe 2 atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus),  lebih umum ditemui daripada type 1 dan mencapai 90% atau lebih dari seluruh kasus diabetes. Biasanya terjadi di usia dewasa. Pada tipe-2 ini, pankreas tidak cukup membuat insulin untuk menjaga level gula darah tetap normal, seringkali disebabkan tubuh tidak merespon dengan baik terhadap insulin tersebut. Kebanyakan orang tidak menyadari telah menderita dibetes tipe-2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetes type 2 sudah menjadi umum dialami di dunia maupun di Indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga. Tipe ini lazimnya mulai di atas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk dan pada usia lebih lanjut. Orang-orang yang hidupnya makmur, culas dan kurang gerak badan lebih besar lagi resikonya Tipe-2 tidak tergantung dari insulin, maka juga disebut NIDDM dan dapat diobati dengan antidiabetika oral.Pada umumnya tidak terdapat kecenderungan acidosis. Antara 70-80 % dari semua pasien diabetes termasuk jenis ini, dimana faktor keturunan memegang peranan besar. Bila salah satu orang tua menderita kencing manis, maka kemungkinan diturunkannya penyakit ke anak-anak adalah 1 : 20.
Penyebabnya :
Akibat proses menua banyak pasien jenis ini mengalami penyusutan sel-sel beta yang progresif serta penumpukan amiloid sekitar sel-sel beta. Sel beta yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang. Selain itu kepekaan reseptornya menurun. Hipofungsi sel-sel beta ini bersama resistensi insulin yang meningkat mengakibatkan gula darah meningkat (hiperglikemia). Mungkin juga sebabnya berkaitan dengan suatu infeksi virus pada masa muda. Resistensi insulin sering terjadi pada NIDDM akibat makan terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan individualnya, seperti lazimnya pada orang gemuk. Kadar gula darah selalu tinggi dan dapat meningkat dari nilai normal (ca 5 mmol/l) sampai di atas 8 mmol/l atau lebih sesudah makan. Diperkirakan bahwa pada penderita tanpa overweinght (tidak kegemuka) resistensi insulin tidak berperan.
Pengobatan :
Untuk pasien NIDDM, bila tindakan umum (diet, gerak badan dan penurunan berat badan) tidak atau kurang efektif untuk menormalkan glukosa darah, perlu digunakan antidiabetika oral. Pasien kurus diberikan suatu sulfonylurea, pasien gemuk umumnya suatu biguanida dengan efek anoreksans. Kira-kira 80% dari semua pasien tipe-2 adalah terlalu gemuk dengan kadar gula tinggi, sampai 17-22 mmol/l (300-400 mg/100 ml).
3. Gestational diabetes, adalah kondisi gula darah yang tinggi yang terjadi pada masa kehamilan, terjadi pada orang yang tidak menderita diabetes. Umunnya akan kembali normal setelah masa kehamilan yakni setelah persalinan.
Penyebabnya :
Karena pada saat hamil akan membutuhkan kadar glukosa dua kali lipat karena kehadiran janin, selain itu dipengaruhi oleh adanya hormon estrogen.

C. GEJALA KLINIK
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buag air kecil), polidipsia (sering haus) dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan dan kaki, timbul gatal-gatal yang sering kali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
a.       Pada DM Tipe 1, gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
b.      Pada DM tipe 2, gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada, DM tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, rwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4.000 g, riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
                                        
                                                            Bukan DM        Belum pasti DM         DM
 


Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena                                            < 110                   110-199             >200
Darah kapiler                                          <   90                     90-199             >200

Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena                                            < 110                    110-125            >126
Darah kapiler                                          <   90                      90-109            >110
 

Cara pemeriksaan TTGO, adalah :
1.   Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2.   Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3.   Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4.   Periksa glukosa darah puasa.
5.   Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.
6.   Periksa Glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7.   Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti ini, tetapi kita hanya memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.
Tes glukosa pada pasien DM merupakan tes saring, tes diagnostik dan tes pengendalian.
A.    Tes Saring
1.      Tujuan tes : Untuk mendeteksi kasus DM sedini mungkin, sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi kronik akibat penyaki ini.
2.      Indikasi  :  bila terdapat sekurang-kurangnya satu faktor sebagai berikut :
-          Usia dewasa tua ( > 45 tahun )
-          Kegemukan, berat badan > 120 % BB ideal
-          Tekanan darah tinggi ( 140 / 90 mmHg)
-          Riwayat keluarga DM
-          Riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4000 gram
-          Riwayat DM pada kehamilan
-          Dislipidemia (Kol. HDL < 35 mg/dl, dan atau Trigliserida > 250 mg/dl),
-          Pernah TGT (Tes Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
3.      Sampel    : 
Ƙ  Darah  :
   a. Plasma vena atau serum
      b. Darah kapiler (whole blood)    
Ƙ  Urin    :
a.  Urin post prandial (pertama kali dikemihkan 1,5 – 3 jam setelah makan)
b.  Urin sewaktu             
4.      Jenis Tes / Metode :
Ƙ  Darah  :
      1.  Tes Carik Celup (metode glucosa oxidase / hexokinase)
        a. Metode kimia         :  metode ortho-toluidin
           b. Metode enzimatik  :  metode glucosa oxidase / hexokinase               
      2.  Tes Konvensional (metode redaksi / Benedict)             
        a. Metode kimia         :  metode ortho-toluidin
           b. Metode enzimatik  :  metode glucosa oxidase / hexokinase               
Ƙ  Urin    :
1.  Tes Carik Celup (metode glucosa oxidase / hexokinase)
2.  Tes Konvensional (metode redaksi / Benedict)             
B.     Tes Diagnostik
1.      Tujuan tes : Untuk memastikan diagnosis DM pada individu dengan keluhan klinis khas DM atau mereka yang terjaring pada tes saring.

2.      Indikasi  : 
Ƙ  Ada keluhan klinis khas DM  :
-          Poliuria
-          Polidipsia
-          Polifagia
-          Lemah
-          Penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya
Ƙ  Tes saring  menunjukkan hasil :
a.       GDS   :  -  plasma vena     =  110 - 199 mg/dl
-  darah kapiler   =  90 - 199 mg/dl; atau
b.      GDP   :  -  plasma vena     =  110 - 125 mg/dl
-  darah kapiler   =  90 - 109 mg/dl; atau
c.       Tes urin glukosa / reduksi positif  
Ƙ  Indikasi Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), bila :
a.       Keluhan klinis tidak ada
-          Pada tes diasnotik pertama :
GDS   :  plasma vena  =  110 - 199 mg/dl
GDP   :  plasma vena  =  110 - 125 mg/dl
-          Tes diagnostik pertama       :
GDS   :  plasma vena  =  > 200 mg/dl
GDP   :  plasma vena  =  > 126 mg/dl

Setelah diulang  :
GDS   :  plasma vena  =  < 200 mg/dl
GDP   :  plasma vena  =  < 126 mg/dl
b.      DM Gestasi
3.      Sampel    :  darah (plasma vena)
4.      Jenis Tes/ Sampel :
-  GDP                
-  GDS
-  GD2PP            
-  Glukosa jam ke-2 TTGO
5.      Metode :
-  GDP dan GDS :
a. Metode kimia  :  metode ortho-toluidin
 b. Metode enzimatik  : metode glucosa oxidase / hexokinase               
-  Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) :  
a. Metode kimia  :  metode ortho-toluidin
 b. Metode enzimatik  : metode glucosa oxidase / hexokinase         
-  Glukosa jam ke-2 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) :
 a. Metode kimia  :  metode ortho-toluidin
 b. Metode enzimatik  : metode glucosa oxidase / hexokinase


Hal yang penting mengenai tes glukosa darah :
1. Menggambarkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler dan berbagai penyakit dengan mortalitas tinggi.
2.  Glukosa post prandial merupakan predictor mortalitas yang lebih baik dibanding glukosa puasa.
3.  Glukosa post prandial juga berhubungan dengan kematian non kardiovaskuler terutama kanker.
4.  Efek glukosa post prandial pada mortalitas dimulai pada peningkatan di bawah cut-point diabetes (11,1 mmol/l).
5.   Peningktan kadar glukosa post prandial sejalan dengan tingkat mortalitas.
C.     Tes Pengendalian
1.      Tujuan tes : Memantau keberhasilan pengobatan untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik.
2.      Indikasi  :  Individu yang didiagnosis DM, Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) pada tes saring.
3.      Jenis Tes/ Sampel :
-  GDP                  :  plasma vena, darah kapiler
-  GD 2 jam pp      :  plasma vena
-  HbA1c               :  darah vena, darah kapiler
-  Kolesterol total  :  plasma vena (puasa)
-  Kolesterol LDL  :  plasma vena (puasa)
-  Kolesterol HDL :  plasma vena (puasa)
-  Trigliserida        :  plasma vena (puasa)
Ƙ  Tes Glukosa Darah
1. Pra Analitik
  • Persiapan Pasien
GDP
-          Pasien dipuasakan 8 – 12 jam sebelum tes
-          Semua obat dihentikan dulu, bila ada obat yang harus diberikan ditulis pada formulir permintaan tes
GD2PP
-          Dilakukan 2 jam setelah tes GDP
-          Pasien dianjurkan makan makanan yang mengandung 100 gram karbohidrat sebelum tes dilakukan
TTGO
-          Selama 3 hari sebelum tes, pasien dianjurkan makan makanan yang mengandung karbohidrat seperti biasanya, tidak merokok, tidak minum kopi/alkohol.
-          Puasa 10-16 jam sebelum tes dilakukan
-          Tidak boleh olah raga dan minum obat sebelum dan selama tes.
-          Selama tes boleh baca buku atau melakukan kegiatan yang tidak menimbulkan emosi
-          Awasi kemungkinan terjadinya hipoglikemik (lemah, gelisah, keringatan, haus dan lapar).
  • Persiapan Sampel
-    Pengambilan sampel lebih baik dilakukan pada pagi hari dibanding sore hari karena adanya variasi diurnal. Pada sore hari glukosa darah lebih rendah sehingga banyak kasus DM yang tidak terdiagnosis
-    Untuk tes saring, atau kontrol DM sampel plasma vena, serum, atau darah kapiler. Untuk tes diagnostic sebaiknya plasma vena, karena molaritas glukosa pada plasma vena hampir sama dengan glukosa pada whole blood. Konsentrasi glukosa plasma lebih tinggi – 11 % dibanding whole blood, pada hematokrit normal. Konsentrasi plasma heparin lebih rendah 5 % dibanding serum.
-    Untuk sampel plasma, stabil selama kurang dari 1 jam, bila lebih dari1 jam konsentrasi glukosa turun karena adanya glikolisi ex vivo.
-    Dalam sampel simpan tambahkan glikosis inhibitor (Natrium fluoride 2,5 mg/ml darah). Sampel ini stabil pada suhu 15-25OC selama 24 jam dan pada suhu 4OC stabil selama 10 hari.
-    Sampel serum stabil selama kurang dari 2 jam.
  • Prinsip
Metode tes  : GDP, GD 2 jam pp, TTGO  :  metode enzimatik (glucosa oxidase / hexokinase)
UV Test
-    Sampel ditambahkan R1 (Buffer/ATP/NADP)

-    Tambahkan R2 (HK/G-6-PDH) dengan reaksi sbb :
Glukosa  +  ATP     HK            G-6-P  +  ADP
Heksokinase mengkatalisasi fosforilase glukosa menjadi glukosa-6-fosfatase oleh ATP
G-6-P + NADP   G-6-PDH     gluconate-6-P + NADPH + H
Konsentrasi glukosa diukur dengan fotometer.
  • Alat dan Bahan
Cara Automatik :
Alat  :
1.  Pipet mikro
2.  Tabung mikro
3.  Rak tabung
4.  Rak sampel
5.  Alat automatic Cobas Mira Plus
Bahan  :
1.  Sampel serum, plasma (EDTA)
2.  Reagen  :
R1 Buffer/ATP/NADP
           TRIS (hydroxymethyl)-aminomethane buffer 100 mmol/l, pH 7,8 ; 
           Mg2+ : 4 mmol/l ; ATP > 1,7 mmol/l;
R2 HK/G-6-PDH
           HEPES buffer (30 mmol/l. pH 7,0 ; Mg2+ : 4 mmol/l ; HK > 8,3 u/ml (yeast); G-6-PDH > 15 u/ml (E.coli); preservative
Cara Semiautomatik :
Alat  :
1.  Tabung reaksi 4 buah
2.  Pipet mikro
3.  Fotometer 4020 System Boehringer Mannheim
Bahan  : sama dengan cara automatic
2.  Analitik
  • Cara Kerja
Cara Automatik  :
GDP  :
-          Siapkan reagen letakkan pada rak reagen
-          Sampel serum dimasukkan dalam taung mikro sebanyak 500 ml, letakkan tabung mikro pada rak tabung.
-          Buat program pemeriksaan glukosa pada alat automatic Cobas Mira Plus, selanjutnya tes berjalan secara automatik. Hasil tes dibaca dengan fotometer.
GD2PP  :
-          Seetelah dianjurkan makan makanan mengandung 100 gram karbohidrat, 2 jam kemudian dilakukan tes, sesuai cara kerja GDP dan TTGO
-          Jam 7 pagi dilakukan tes GDP
-          Pasien dianjurkan minum 75 gram glukosa dalam segelas air dan dihabiskan dalam 5 menit. Untuk pembilasan ditambahkan air putih pada gelas tersebut dianjurkan minum sampai habis.
-          Sampel darah dan urin diambil tiap 30 menit sampai 3 jam atau pada menit ke 30, jam I, jam II dan jam III.
-          Pasien boleh minum air putih selama tes agar ekskresi urin cukup.
Cara Semiautomatik :
-          Sampel GDP, GD2PP, TTGO dengan perlakuan yang sama pada cara automatik.
-          Buat blanko reagen dan blanko sampel seperti pada daftar ini :


Blanko
Reagen I

Blanko
Reagen II


Blanko
Sampel


Sampel

Reagen


-


1000 ml

-

1000 ml

NaCl


1000 ml


-

1000 ml

-

Sampel


-


-

10 ml

10 ml

Campurkan dengan baik biarkan pada suhu ruangan selama 10 menit. Pembacaan hasil tes dilakukan pada panjang gelombang 540 nm.


  • Nilai Rujukan

Tes


(mg/dl)

GDS
-          Darah vena
-          Darah kapiler



< 110
<   90

GDP
-          Darah vena
-          Darah kapiler



< 100
<   90

GD2PP
-          Darah vena
-          Darah kapiler



< 140
< 120

3. Pasca Analitik
Kriteria diagnostic DM, Perkeni, Konsensus DM 1998
1. Kadar GDS darah vena > 200 mg/dl
2. Kadar GDP darah vena > 126 mg/dl puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir.
3. Atau  :
Kadar glukosa vena > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO




Interpretasi Tes GDS, GDP, dan GD2PP

Tes


Bukan DM


Belum Pasti DM

DM

GDS
-    Darah vena
-    Darah kapiler



< 110
<   90


110 - 199
90 - 199


>  200
>  200


     GDS
-    Darah vena
-    Darah kapiler



< 100
<   90


110 – 125
90 - 109


>  126
>  110

GDS
-    Darah vena
-    Darah kapiler



< 140
<  120


140 – 200
120 - 200


>  200
>  200

Ƙ  Tes Glukosa Urin
1. Pra Analitik
  • Persiapan Pasien
Sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah puasa dan tes glukosa darah post prandial.
  • Persiapan Sampel
-    Pengambilan sampel urin dapat bersamaan dengan pengambilan sampel darah, baik untuk tes glukosa urin puasa maupun tes glukosa urin prandial.
-    Sampel urin dimasukkan pada penampung bersih tanpa bahan pengawet. Sebaiknya disimpan pada suhu ruangan dan tes dilakukan paling lambat 2 jam setelah pengambilan sampel.

  • Prinsip Tes
-    Tes Benedict (kualitatif)  : Mengubah warna zat tertentu (benedict) jika direduksi dengan glukosa.
-    Tes Carik Celup (semi kuantitatif)  : metode enzimatik, glucose oxidase. Kertas yang dilapisi enzim dua macam enzim glucose oxidase dan peroxidase, dan zat semacam o-toluidin yang berubah warna bila dioxidase, pengukuran kadar glukosa dengan alat Uriscan ProTM Urine Analyzer metode Reflectane Fotometer.
  • Alat dan Bahan
Tes Benedict :
Alat  :
1.  Tabung reaksi
2.  Pipet tetes
3.  Gelas piala
4.  Pembakar bunzen
5.  Kasa asbes, kaki tiga
Bahan  :
1.  Sampel urin
2.  Reagen  Benedict



Tes Carik Celup :
Alat  :
1.  Tabung reaksi
2.  Carik Celup
3.  Uriscan proTM Urine Analyzer
Bahan  :  Sampel urin
2.  Analitik
  • Cara Kerja
Tes Benedict  :
-          Masukkan 5 ml reagens Benedict ke dalam tabung reaksi.
-          Teteskan sebanyak 5 – 8 tetes (jangan lebih) urin ke dalam tabung tersebut
-          Didihkan air pada gelas piala
-          Masukkan tabung ke dalam air mendidih hingga seluruh sampel terbenam pada air mendidih selama 5 menit
-          Angkat tabung, kocok isinya dan baca hasil redaksi.
Tes Carik Celup :
-          Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi.
-          Benamkan carik celup pada sampel urin, diamkan selama 60 detik
-          Angkat dan tiriskan carik celup
-          Letakkan carik celup pada Uriscan proTM Urine Analyzer
-          Buat program pada Uriscan selanjutnya hasil tes akan terbaca secara semikuantitatif.
  • Nilai Rujukan
Tes Benedict  :
Glukosa negatif, bukan DM bila :
Hasil tes berwarna biru, sesuai dengan < 0,5 % glukosa
Tes Carik celup  :
Glukosa negatif, bila warna pada carik celup biru, atau pada uriscan menunjukkan hasil negatif sesuai dengan < 50 mg/ml glukosa.
3. Pasca Analitik
Interpretasi :
Tes Benedict :

Warna  :

Interpretasi  :  (1+)  s/d  (4+)  mungkin/diduga DM

Hijau kekuningan dan keruh


Positif  +             (1+)  :  sesuai dengan 0,5-1% glukosa

Kuning keruh


Positif  ++           (2+)  :  sesuai dengan 1-1,5% glukosa

Jingga / warna lumpur keruh


Positif  +++          (3+)  :  sesuai dengan 2-3,5% glukosa

Merah keruh


Positif  ++++       (4+)  :  sesuai dengan > 3,5% glukosa







Tes Carik Celup  :


Hasil  :

Interpretasi  :  +  s/d  (4+)  mungkin/diduga DM


+                                :  sesuai dengan 50-<250mg/100ml               glukosa


Positif  +           (1+)  :  sesuai dengan 250-<500 mg/100 ml           glukosa


Positif  ++          (2+)  :  sesuai dengan500-<1000 mg/100 ml           glukosa


Positif  +++       (3+)  :  sesuai dengan 1000-<2000 mg/100ml         glukosa


Positif  ++++     (4+)  :  sesuai dengan > 2000 mg/100ml                 glukosa


E.  PENATALAKSANAAN DM/ PENANGGULANGAN DM
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu :
1.      Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal.
2.      Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes, seperti di


bawah ini :

Parameter


Kadar Ideal Yang Diharapkan

Kadar Glukosa Darah Puasa
Kadar Glukosa Plasma Puasa
Kadar glukosa Darah Saat Tidur
(Bedtime Blood Glucose)
Kadar glukosa Darah Saat Tidur
(Bedtime Plasma Glucose)
Kadar Insulin
Kadar HbA1C
Kadar Kolesterol HDL
a.       Pria
b.      Wanita
Kadar Trigliserida
Tekanan Darah


80 – 120 mg/dl
90 – 130 mg/dl
100 – 140 mg/d l


110 – 150 mg/dl

< 7 %
< 7 mg/dl


>45 mg/dl
>55 mg/dl
< 200 mg/dl
< 130 / 80 mmHg

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat.
1.  Terapi Tanpa Obat
a.  Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,  protein  dan  lemak,  sesuai   dengan   kecukupan  gizi  baik   sebagai

berikut :
-  Karbohidrat      :  60 – 70 %
-   Protein             :  10 – 15 %
-   Lemak              :  20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6 % (HbA1c adalah salah satu parameter status DM) dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3 -4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 gram per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa resiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
Untuk membantu mengatasi penyakit DM, terapi produk perlebahan yang kaya
akan nutrisi alami akan sangat bermanfaat untuk menunjang pemulihan
kesehatan. Dynamic Trio (Bee Propolis, Royal Jelly, dan Pollenergy) merupakan kombinasi produk yang bekerja sinergis. Selain membantu memulihkan stamina tubuh, produk ini juga mencegah komplikasi DM yang mengerikan serta nembantu menstabilkan gula darah.
b.   Olah Raga / Latihan Jasmani
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasehatnya untuk mengatur jenis dan porsi olahraga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. 
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasisecara teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal. Denyut adi maksimal (DNM) dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut :  DNM  =  220 – umur (dalam tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan memulai olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus didampingi oleh orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengubatan, dan memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.
2.   Terapi Obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insuli, atau kombinasi keduanya.
  1. Terapi Insulin
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang diekskresikan oleh sel-sel b-pankreas akan langsung diinfuskan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke daam sel. Akibatnya, glukosa darah akan menigkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya.
Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein dan mineral. Insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transpor asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh.
Indikasi insulin, yakni :
1.         Semua penderita DM tipe 1 memerlukaninsulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel b kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada.
2.         Penderita DM tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
3.         Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedaan, infark miokard akut atau stroke
4.         DM gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5.         Ketoasidosis diabetik.
6.         Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketolik.
7.         Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8.         Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9.         Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO
Untuk menghindari pemberian insulin yang terlalu dalam sehari, berbagai bentuk insulin telah ditemukan bekerja pada waktu yang berbeda, yaitu :
§   Insulin kerja-cepat  : Sediaan paling baru dan paling cepat waktu kerjanya. Insulin mulai menurunkan gula darah dalam waktu 5 menit setelah diberikan, waktu puncak sekitar 1 jam dan tidak aktif dalam 3 jam. Insulin kerja-cepat merupakan kemajuan yang mutakhir karena membebaskan orang dengan diabetes untuk menyuntik insulin sesaat sebelum makan. Pada insulin kerja pendek (insulin reguler), orang dengan diabetes harus menyuntik dan makan dalam waktu 30 menit, atau dapat terjadi hipoglikemia, karena aktivitasnya berakhir dengan sangat cepat. Sementara Insulin kerja-cepat tidak menimbulkan hipoglikemia sesering insulin pendahulunya.
§   Insulin reguler kerja-pendek. Insulin reguler membutuhkan 30 menit untuk mulai menurunkan glukosa darah, puncaknya 3 jam, dan hilang efeknya setelah 6-8 jam. Insulin jenis ini digunakan sebelum makan untuk menjaga kadar glukosa darah yang rendah sampai jam makan berikutnya.
§   Insulin kerja-menengah :  Insulin ini mulai menurunkan glukosa darah dalam waktu 2 jam setelah pemberian dan melanjutkan kerjanya selama 10-12 jam. Insulin ini dapat terus aktif sampai dengan 24 jam. Tujuan penggunaannya adalah menyediakan insulin secara terus menerus selama setengah hari sehingga insulin aktif dengan konsentrasi rendah tetap ada di dalam tubuh.
§   Insulin kerja-panjang :  Insulin ini mulai bekerja 6 jam dan menyediakan kerja insulin intensitas ringan selama 24/jam. Insulin ini diciptakan untuk mengendalikan secara terus menerus, basal, yang membutuhkan hanya satu kali suntik per hari.
§   Insulin premix  :  Insulin ini mengandung NPH Insulin 70% dan reguler 30% atau campuran 25 : 75. Insulin ini sangat membantu bagi orang yang memiliki kesulitan mencampur insulin ke dalam satu alat suntik dan mempunyai penglihatan yang buruk.

Cara pemberian :
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikkan perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit).

Lokasi penyuntikan yang disarankan ditunjukan pada
gambar berikut :
 
                       
Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen, diikuti oleh daerah lengan, pahabagian atas dan bokong. Bila disuntikkan secara intramuscular dalam, maka penyerapan akan terjadi lebih cepat, dan masa kerjanya menjadi lebih singkat. Kegiatan fisik yang dilakukan segera setelah penyunyikan akan mempercepat waktu mulai kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja.
Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin pomp) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik.

  1. Obat-Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Penggolongan obat hipoglikemik oral berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1). Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea dan glinida (meglitinida dan turunanfenilalanin).
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea merupakan obat pilihan untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonylurea sebaiknya tidak dibetikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonylurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini bebedadengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonylurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel langerhans kelenjar pankreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi sulfonylurea menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorbsi senyawa-senyawa sulfonylurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorbsi. Obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%).
Efek Samping :
Efek samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala, serta gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksi dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leucopenia, tromboritopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia.
Interaksi Obat :
Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonylurea antara lain : alkohol, insulin, fenformin, sulfonamide, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenesida, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), gunetidin, steroida anabolic, fenfluramin dan klorfibrat.
Peringatan dan Kontraindikasi :
§  Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonylurea harus hati-hati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan fungsi hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamid dan glibenklamid tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat digunakan glikuido, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat.
§  Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosi merupakan kontra indikasi bagi sulfonylurea.
§  Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan
§  Obat-obat golongan sulfonylurea cenderung meningkatkan berat badan.
2). Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin, meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati.

Efek samping :
Efek sam[ing yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadang-kadang diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat.
Kontra Indikasi :
Sediaan biguanida tdak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung kongestif dan wanita hamil. Pada keadaan gawat juga sebaiknya tidak diberikan biganida.
Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARg (peroxisome protiferator activatod receptor-gamma) di otot jaringanlemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin.Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikneogenesis.
3). Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor a-glukosidse yang bekerja menghambat absorbsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post prandial (post meal hyperglycemia). Disebut juga “starch blocker”.
Senyawa-senyawa inhibitor a-glukosidse bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim a-glukosidse (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor a-glukosidse juga menghambat enzim a amylase pankreas yang bekerja mneghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini  merupakan obat-obat yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl.
Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor a-glukosidse dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap sampai 150-600 mg/hari. Dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.
Efek Samping :
Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kada glukosa setelah itu. Bila diminum bersama-sama obat golongan sulfonylurea (atau dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.
  1. Terapi Kombinasi
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonylurea dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Keuda golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-snediri.
Pada umumnya terapi dimulai dengan suatu sulfonilurea dan sebaiknya dengan obat kerja-pendek dimana resiko hipoglikemia adalah kecil, misalnya tolbutamida dan glipizida. Jika kadar gula tidak cukup menurun atau bila terjadi resistensi, maka zat-zat ini dapat diganti dengan derivat lain, umpamanya gliklazida, glibenklamida atau klorpropamida. Kedua obat terakhir ini lebih kuat dan lebih lama kerjanya dengan bahaya hipoglikemia yang lebih besar. Mengingat lebih sering terjadinya efek-efek samping yang sewaktu bersifat berat, maka biguanida merupakan pilihan kedua. Metformin barulah diberikan bila sulfonilurea tidak efektif dan kerapkali juga dikombinasikan bersama dengan efek potensiasi. Jika pasien sudah diberikan sulfonylurea atau metformin sampai dosis maksimal namun kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dengan metformin. Jika cara ini tidak berhasil juga, dipakai kombinasi sulfonylurea dan insulin.
3. Terapi Dengan Obat Tradisional
Tanaman obat memiliki kelebihan dalam pengobatan DM karena umumnya tanaman obat memiliki fungsi konstruksi yaitu membangun kembali jaringan-jaringan yang rusak serta menyembuhkan penyakit komplikasi yang lain.
Dengan demikian dari tanaman obat diharapkan :
1.      Perbaikan kerusakan fungsi pankreas
2.       Peningkatan efektifitas insulin yang dihasilkan
3.      Penyembuhan penyakit komplikasi akibat DM
Upaya pengobatan secara spesifik diarahkan untuk perbaikan fungsi pankreas dan peningkatan efektifitas insulin yang dihasilkan yang berarti pengurangan resistensi terhadap insulin. Dengan demikian pengobatan diabetes mellitus dengan tanaman obat adalah upaya menyembuhkan diabetes sehingga bukan sekedar upaya menurunkan gula darah.
Untuk penderita diabetes dan mengalami luka, mungkin bisa mencoba pengobatan alternatif berikut ini agar terhindar dari tindakan amputasi. Olesi madu pada kaki yang terluka. Profesor Jennifer Eddy dari University School of Medicine and Public Health, Wisconsin, AS mengatakan, madu bisa membunuh bakteri karena sifat asamnya. Selain itu madu juga efektif menghindari sifat kebal bakteri akibat penggunaan antibiotik.
Dalam terapi madu ini, bagian yang luka baru bisa diolesi setelah kulit mati dibersihkan. Pasien diabetes memang seharusnya sejak dini memperhatikan secara serius bagian kaki, terutama untuk mencegah terjadinya luka yang berlanjut dengan infeksi. Penyakit diabetes bisa menyebabkan kerusakan pada saraf dan kerusakan pembuluh darah serta infeksi yang membuat penderita diabetes mengalami mati rasa pada kakinya. Karena itu, biasanya penderita diabetes tidak menyadari telah terjadi luka pada kaki karena tak langsung tampak.
Terapi madu telah digunakan sebagai pengobatan alternatif di Eropa, bahkan di Selandia Baru terapi ini dipakai juga untuk mengobati sulit tidur.
Tanaman-tanaman obat penting untuk penyembuhan Penyakit DM :
  1. Browali (Tinospora crispa (L) Miers.)
  2. Ciplukan (physalis peruviana L.)
  3. Daun sendok (Plantago mayor)
  4. Duwet (Eugenia cumini)
  5. Jarong (Achyranthes aspera L.)
  6. Ki Tajam/Dandanggendis (Clinacanthus nuthans Lindau)
  7. Lidah Buaya (Aloe vera L.)
  8. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
  9. Mimba (Azadirachta indica)
  10. Pulutan (urena lobata)
  11. Rumput mutiara (hedyotis corymbosa)
  12. Salam (syzigium polyanthum (Wight) Walp.)
  13. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees)
Adapun tanaman serta mineral yang cukup berperan sebagai penurun kadar gula, yakni :
1. Gymnema Sylvestre
Fungsi utama: Menurunkan gula darah
Dosis umum: 200 - 250 miligram per hari. Nama Hindi tumbuhan ini berarti ‘penghancur gula’, dan tanaman ini dikatakan memiliki kemampuan untuk menurunkan kemampuan mendeteksi rasa manis. Tanaman ini dianggap sebagai tanaman paling kuat untuk mengendalikan gula darah. Kemungkinan besar, cara kerjanya adalah dengan meningkatkan aktivitas enzim yang membantu sel tubuh untuk menggunakan glukosa atau dengan merangsang produksi insulin. Walaupun belum ada penelitian intensif, tapi belum ditemukan adanya efek samping serius untuk penggunaan tanaman ini.
2. Pare
Fungsi utama: Menurunkan gula darah
Dosis umum: 50 - 100 mililiter (3-6 sdm) jus per hari. Pare yang pahit ini dianggap mampu membantu sel menggunakan glukosa secara lebih efektif dan meredam penyerapan gula di dalam usus. Para peneliti di Filipina yang meneliti konsumsi pare kepada pria dan wanita dalam bentuk kapsul selama 3 bulan menemukan adanya penurunan gula darah, walaupun sedikit, tetapi konstan. Permasalahan yang muncul adalah masalah pencernaan, tapi tidak jelas apa.

3. Magnesium
Fungsi utama: Menurunkan gula darah
Dosis umum: 250 - 350 miligram per hari. Kekurangan magnesium tidak jarang ditemui sebagai salah satu penyebab diabetes, bahkan gejala ini memperburuk kondisi gula darah dan resistansi insulin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplemen magnesium dapat memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan gula darah. Coba konsultasikan dengan dokter Anda sebelum mengkonsumsi insulin.
4. Prickly Pear Cactus (Daging buah kaktus)
Fungsi utama: Menurunkan gula darah
Dosis umum: jika dikonsumsi sebagai makanan, 150 gram rebusan kaktus per hari. Buah matang dari kaktus ini mampu menurunkan kadar gula darah dalam tubuh. Bentuk yang bisa ditemui adalah dalam bentuk buah, atau jus, atau bubuk. Para peneliti menemukan bahwa buah ini menurunkan kadar gula darah karena adanya komponen yang mirip dengan insulin. Buah ini juga tinggi kadar seratnya.
5. Gamma-Linolenic Acid (Asam Linoleat Gamma)
Fungsi utama: Mengurangi sakit saraf
Dosis umum: 270 - 540 milligrams sekali per hari. Asam Linoleat Gamma, atau GLA adalah asam lemak yang ditemukan dalam minyak bunga evening primrose. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita diabetes adalah orang yang memiliki level GLA rendah dalam darah, dan penelitian menunjukkan bahwa suplemen ini dapat menurunkan, bahkan mencegah sakit di saraf yang muncul akibat diabetes
6. Chromium (Krom)
Fungsi utama: Menurunkan kadar gula
Dosis umum: 200 mikrogram per hari. Mineral ini dianggap mampu meningkatkan kinerja insulin dan terlibat juga dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Beberapa penelituan menunjukkan bahwa mineral ini membantu menurunkan gula darah, tapi hanya untuk mereka yang memang kekurangan krom.
7. Bilberry
Fungsi utama: Melindungi mata dan syaraf
Dosis umum: 80-120 miligram standar billberry extract per hari.